Oleh Dr. Mohamad Daudah
Pertanyaan
tentang eksistensi Allah yang dilontarkan kaum atheis selama kurun
waktu yang lama itu roboh dengan sendirinya. Hukum perubahan dan
darwinisme, apabila dihadapkan pada penemuan-penemuan baru di alam
semesta dan pada anatomi tubuh manusia, akan menjadi sesuatu yang
menggelikan, selayaknya klaim-klaim yang tidak bisa dipertahankan dan
sepatutnya ditutup dalam arsip sejarah sebagai sesuatu yang tidak
pernah terbukti dan sekaligus kontradiktif.
Segala sesuatu
mulai dari atom hingga galaksi didesain untuk kebaikan bagi umat
manusia. Penemuan DNA, unsur-unsur pokoknya, serta bagiamana ia
bekerja, menghasilkan serangan hebat yang lain terhadap hukum
perubahan. Allah di dalam al-Qur’an berfirman, ‘Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap
ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa
Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu)
bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?’ (Fushshilat: 53)
Allah
juga berfirman, ‘Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang
yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini.’ (al-Jatsiyah: 4)
Bruce
Alberts, presiden National Academy of Sciences, mengatakan, ‘Seluruh
sel dapat dilihat sebagai pabrik yang berisi jaringan elaboratif untuk
menyabungkan garis-garis pertemuan, dimana masing-masing terdiri dari
satu set mesin protein yang besar.’
Bahkan
sel-sel yang paling sederhana itu membuat decak kagum dengan mesin
high-tech-nya. Di sisi luar, permukaannya dipenuhi dengan berbagai
sensor, gerbang, pompa, dan pengidentifikasi.
Di
bagian dalam, sel-sel itu dikemas dengan pembangkit tenaga, tempat
kerja yang otomatis, dan unit-unit daur ulang. Monorel-monorel miniatur
mengangkut berbagai Artikelal dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
Pabrik
modern yang paling maju dan otomotis, dengan berbagai komputer dan
robotnya yang seluruhnya terkoordinasi dengan jadwal waktu yang presisi
saja masih kurang kompleksnya dibanding pekerjaan-pekerjaan di dalam
satu unit sel.
‘Suatu bakteri jauh lebih kompleks dibanding
setiap sistim yang mati yang dikenal manusia. Tidak ada suatu
laboratorium di dunia yang dapat menyaingi aktivitas biokimia organisme
hidup yang paling kecil. Satu sel lebih rumit dibanding komputer paling
besar yang yang pernah dibuat manusia.’ (Sir James Gray, Cambridge
University)
DNA itu seperti suatu bahasa di dalam inti sel,
suatu pesan molekular, satu set perintah yang menceritakan sel itu
bagaimana caranya ia membangun protein—lebih menyerupai perangkat lunak
yang diperlukan untuk menjalankan komputer. Lebih dari itu, banyaknya
keterangan DNA sangat mengejutkan. Satu sel dari tubuh manusia berisi
informasi tiga atau empat kali lebih banyak dibanding 30 volume
Encyclopedia Britannica. Sebagai hasilnya, pertanyaan tentang
asal-muasal hidup yang sekarang harus diredifinisi, sebagaimana
pertanyaan tentang informasi biologis yang orisinal. Dapatkah informasi
itu muncul dari alam sendiri? Atau apakah itu memerlukan suatu
‘intelligent agent’?
DNA
terdiri dari bahan-bahan kimia alami (basis, gula, fosfat, yang
bereaksi menurut hukum alam). Apa yang membuat DNA berfungsi sebagai
suatu pesan itu bukan bahan kimia itu sendiri, tetapi lebih merupakan
sekuen mereka, pola mereka. Bahan kimia dalam DNA dikelompokkan ke
dalam molekul-molekul (yang disebut nukleotida) yang bertindak seperti
surat-surat di suatu pesan, dan mereka harus di dalam perintah
tersendiri jika pesan itu akan dapat dimengerti. Jika surat-surat itu
campur aduk, maka hasilnya nonsense. Sehingga pertanyaan yang penting
adalah apakah sekuen dari bahan kimia ‘surat-surat’ muncul sebab-sebab
alam, ataukah ia memerlukan satu sumber yang cerdas? Apakah ia produk
dari hukum atau produk desain?
Karena DNA berisi informasi, maka
kasus itu lebih dapat dijelaskan dengan istilah-istilah teori
informasi, suatu bidang penelitian yang menyelidiki bagaimana
informasi-informasi itu ditransmisikan. Ilmuwan naturalistik hanya
mempunyai dua cara yang mungkin untuk menjelaskan asal-muasal
hidup—apakah itu chance (kebetulan) atau hukum alam. Tetapi teori
informasi menyediakan suatu piranti yang tangguh untuk mendiskonto
kedua penjelasan tersebut. Chance dan hukum sama-sama menjurus kepada
struktur-struktur dengan isi informasi yang rendah, sedangkan DNA
mempunyai suatu isi informasi yang sangat tinggi.’
Sekuen basis
DNA tidak bisa dijelaskan dengan hukum alam karena tidak ada hukum
kimia bahwa membuat setiap sekuen lebih mungkin dibanding yang lain.
Pada waktu yang sama, sekuen-sekuan tersebut sangat rumit, sehingga ia
tidak bisa dijelaskan sebagai sesuatu yang kebetulan.
‘Berdasarkan
faktor-faktor kemungkinan, setiap helai DNA yang sehat mempunyai lebih
dari 84 nukleotida, dan itu tidak mungkin sebagai akibat dari
mutasi-mutasi yang sembrono. Pada tahap itu, kemungkinan-kemungkinan
tersebut adalah 1 dari 480 x 1050. Nomor seperti itu jika dituliskan
akan terbaca:
480,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000.
‘Para
ahli matematik setuju bahwa suatu jumlah syarat di atas 1050, secara
statistik, adalah a zero probability (nol kemungkinan). Setiap jenis
yang kita kenal, termasuk bakteri sel tunggal yang paling kecil,
mempunyai jumlah nukleotida lebih besar dari 100 hingga 1000. Faktanya,
bakteri sel tunggal menampilkan sekitar 3,000,000 nukleotida, yang
dibariskan di suatu sekuen yang sangat khusus. Ini berarti bahwa tidak
ada kemungkinan matematis apapun bagi suatu spesies untuk menjadi
produk dari kejadian yang acak atau bermutasi (menggunakan pernyataan
favorit para evolusionis).’ (I.L.Cohen, Darwin was Wrong, 1984, hlm.
205)
Studi terhadap DNA menyediakan bukti baru yang kuat bahwa hidup adalah produk desain yang cerdas.
Dewasa
ini, bergantung pada harapan bahwa beberapa proses natural akan
ditemukan untuk menjelaskan DNA, adalah sikap yang amat tidak logis.
Proses yang susah dimengerti yang diharapkan para natularis untuk
ditemukan itu sepenuhnya tidak akan ditemukan.
Meski manusia 97%
dari struktur DNA mereka dengan beberapa binatang yang lebih tinggi,
namun 3% yang terakhir itu sangat vital, dimaan semua peradaban
manusia, agama, seni, ilmu pengetahuan, filsafat, dan yang paling
penting moral mereka, tergantung padanya.
Inilah 3% yang
membedakan antara pandangan theistik (rabbani) tentang asal-muasal
manusia dari pandangan yang non-theistik. Seperti yang telah
diperingatkan John Quincy Adams sejak dahulu, bahwa tanpa suatu
kepercayaan asal-muasal yang theistik (dalam perbedaan 3% itu), manusia
tidak akan memiliki nurani. Ia lebih tidak memiliki hukum dibandingkan
harimau dan ikan hiu.’
Allah berfirman di dalam al-Qur’an, ‘Dan
katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu
tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu
tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan.’ (an-Naml: 93)
Sumber : http://www.eramuslim.com/syariah/quran-sunnah/tanda-tanda-kekuasaan-allah-pada-dna.htm